Home » » Contoh PTS Pengawas Sekolah

Contoh PTS Pengawas Sekolah

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran matematika pada intinya adalah agar siswa mampu
menggunakan matematika yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari dan membantu untuk mempelajari pengetahuan lain.

Dengan belajar matematika diharapkan siswa akan memiliki kemampuan bernalar yang tercermin melalui kemampuan berfikir kritis, logis, sistematis dan memiliki sifat obyektif, jujur, disiplin dalam memecahkan sesuatu permasalahan baik dalam bidang matematika, bidang lain atau dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu dengan belajar matematika siswa dapat memanfaatkan matematika untuk komunikasi dan mengemukakan pendapat. 

Untuk mencapai tujuan tersebut maka guru matematika dalam proses pembelajaran  idealnya harus mampu mengaitkan matematika dengan kehidupan sehari-hari peserta didik. Tidak hanya sekedar peserta didik dapat mengerjakan soal tanpa mengetahui aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam pembelajaran matematika peserta didik adalah subjek yang memiliki kemampuan  aktif mencari , mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuan. Untuk itu pembelajaran harus berkenan dengan kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengkonstruksi pengetahuan dalam proses kognitifnya.

Hal ini menjadi tantangan pembelajaran matematika yang selama ini disinyalir telah terjebak dalam pembelajaran yang lebih menekankan pada pewarisan ilmu dari pada perolehan aktif oleh peserta didik.

Analisis  hasil supervisi yang dilakukan penulis terhadap 20 orang guru yang mengajar matematika di SMA Kabupaten Lima Puluh Kota  pada semester satu tahun pelajaran 2012/2013 menunjukkan bahwa guru dalam proses pembelajaran matematika cenderung menerapkan tiga pendekatan yaitu: 1) pendekatan mekanistik , dimana guru memberi tahu peserta didik tentang suatu prinsip matematika dalam hal ini rumus dilanjutkan pemberian contoh penggunaan rumus setelah itu guru memberikan soal latihan sebanyak mungkin untuk dikerjakan peserta didik dengan harapan rumus tersebut dapat dipahami dan digunakan peserta didik.

Pendekatan mekanistik tersebut proses pembelajaran cenderung terpisah dari konteksnya, pemberian rumus cenderung dari penerapannya dan terlihat kurang interaktif karena didominasi pemberian informasi. 2) pendekatan empiristik , dimana peserta didik ditugasi guru mengerjakan tugas dalam rangka memahami suatu konsep atau prinsip matematika dengan harapan peserta didik lebih mudah memahaminya.

Setelah itu guru berceramah untuk memberitahu konsep, prinsip yang dipelajarinya. Pendekatan empiristik ini di satu sisi memberi kesempatan terhadap peserta didik untuk mencoba melakukan kegiatan memahami topik, namun kesimpulan yang diberikan oleh guru cenderung dalam bentuk jadi, artinya bukan peserta didik yang menemukannya. 3) pendekatan strukturalis, dimana guru memberikan peserta didik tentang prosedur penyelesaian soal, kemudian melalui lembar kerja peserta didik bersama kelompoknya melakukan  prosedur tersebut.

Dalam pendekatan strukturalis ini terlihat interaktif yang dilakukan peserta didik, akan tetapi pengetahuan yang diberikan guru sudah bentuk jadi. Kalau dikelompokkan  hasil supervisi terhadap 20 orang guru tersebut dapat ditunjukkan oleh table berikut:

Tabel 1. Pendekatan pembejaran matematika semester 1 tahun pelajaran 2012/2013

Jenis Pendekatan matematika yang diterapkan
Jumlah guru
Persentasi
Pendekatan mekanistik
12
60%
Pendekatan empiristik
3
15%
Pendekatan strukturalis
5
25%
Pendekatan Realistik
0
0 %
          Sumber : Hasil supervisi terhadap proses pembelajaran matematika semester  I tahun pelajaran 2012/2013 

Dari tabel di atas    menunjukkan dimana peserta didik  banyak terjebak dalam rutinitas mengerjakan soal, peserta didik  lebih banyak menghafal rumus dari pada kemampuan menggunakan rumus, dan umumnya siswa masih samar tentang makna yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu guru matematika sebagian besar masih keliru dalam memilah jenis materi yang diajarkannya apakah berupa fakta, konsep, prinsip, atau prosedur.

Hal-hal seperti diuraikan di atas tentu saja tidak diharapkan, karena dapat menjauhkan harapan tercapainya tujuan pembelajaran matematika seperti yang dituntuntut kurikulum. hendaknya pengelolaan pembelajaran matematika di sekolah dapat bermakna dan dapat membuat peserta didik mampu menerapkan pengetahuan matematika dalam kehidupan sehari-hari dan pada bidang lain yang terkait.

Selain itu kegiatan pembelajaran matematika diharapkan mampu membuat peserta didik berkembang daya nalarnya sehingga mampu berfikir kritis, logis, sistematis yang pada akhirnya peserta didik diharapkan dapat menunjukkan sikap obyektif, jujur dan disiplin. Untuk mengatasi persoalan seperti dikemukakan di atas saat ini terdapat beberapa model pembelajaran yang dapat dijadikan alternativ untuk menjadikan matematika lebih menarik dan lebih mudah dipahami peserta didik.

Salah satunya adalah pendekatan matematika realistik (Realistik Mathematics Education). Pembelajaran matematika realistik diyakini dapat membantu peserta didik untuk lebih mudah mencerna dan memahami materi matematika.

Hal tersebut dapat dicapai karena pembelajaran matematika realistik dikaitkan dengan realitas/dunia nyata , konstektual sehingga peserta didik diberi kesempatan menemukan kembali (to reinvent) matematika melalui bimbingan guru, dan penemuan kembali idea atau konsep tersebut harus dimulai dari penjelajahan berbagai situasi dan persoalan dunia riil. ( Gravemeijer 1994 dalam Fauzan , 2002: 33 -35).

Berdasarkan uraian di atas maka penulis mencoba membatu guru melalui sebuah tindakan yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam menerapkan pendekatan matematika realistik dengan harapan tujuan pembelajaran  matematika dapat tercapai.

Dengan demikian penulis menindak lanjuti dengan penelitian yang diberi judul “ Peningkatan Kemanpuan Guru dalam Menerapkan Pendekatan Matematika Realistik Melalui Workshop Berkelanjutan di MGMP Matematika SMA Kabupaten Lima Puluh Kota”

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang dikemukakan, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut “Apakah Workshop Berkelanjutan dapat meningkatkan Kemampuan  Guru dalam menerapkan  pembelajaran matematika Realistik di MGMP Matematika SMA Kabupaten Lima Puluh Kota ?

C. Tujuan Penelitian

PTS ini bertujuan untuk menguji manfaat workshop  guna meningkatkan kemampuan guru matematika SMA dalam menerapkan pembelajaran matematika realistik di MGMP Matematika SMA Kabupaten Lima Puluh Kota. Lebih rinci tujuan PTS ini adalah mendeskripsikan data-data bahwa workshop dapat meningkatkan kemampuan guru matematika SMA dalam menerapkan pembelajaran matematika realistik   di MGMP Matematika SMA  Kabupaten Lima Puluh Kota.

D. Manfaat Penelitian

Dengan tercapainya tujuan PTS ini , maka diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak terkait, seperti:
1. Bagi peneliti, sumbangan pemikiran sebagai bentuk tindakan untuk meningkatkan kemampuan  guru matematika SMA dalam menerapkan pembelajaran matematika realistik.
2. Guru-guru yang terlibat sebagai subjek penelitian mempunyai implikasi langsung terhadap peningkatan kemampuan  dalam menerapkan pembelajaran matematika realistik di kelas.
3. Bagi  siswa , adanya  peningkatan  hasil belajar siswa dengan peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan  pembelajaran matematika realistik.

BAB II KAJIAN  PUSTAKA

A. Pengertian Workshop Berkelanjutan

Workshop/pelatihan  adalah suatu pertemuan ilmiah dalam bidang sejenis (pendidikan) untuk menghasilkan karya nyata (Badudu, 1988:403). Sedangkan menurut Direktorat Tenaga Kependidikan dalam Modul Metode dan Teknik Supervisi (2008: 21)  bahwa Workshop atau  lokakarya merupakan salah satu  metode yang dapat ditempuh pengawas dalam melakukan supervisi manajerial. Metode tersebut  bersifat kelompok dan dapat melibatkan beberapa kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan/atau perwakilan komite sekolah.

Penyelenggaraan lokakarya  ini tentu disesuaikan dengan tujuan atau urgensinya, dan dapat diselenggarakan bersama dengan Kelompok Kerja Kepala Sekolah atau organisasi sejenis lainnya.  Sebagai contoh, pengawas dapat mengambil inisiatif untuk mengadakan workshop tentang pengembangan KTSP, sistem administrasi, peran serta masyarakat, sistem penilaian dan sebagainya.

Dari kedua pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa bahwa workshop merupakan suatu metode supervisi dalam rangka membina atau meningkatkan profesional guru, kepala sekolah atau organisasi lainnya dalam bentuk kelompok kerja.

 Sesuai dengan uraian di atas  maka yang dimaksud dalam penelitian ini workshop berkelanjutan  merupakan suatu metode yang dilakukan peneliti guna meningkatkan kemampuan guru melalui  pertemuan kelompok guru matematika SMA secara  dengan kegiatan presentasi, tanya jawab, diskusi, curah pendapat, dan penugasan yang dilaksanakan  secara berkesinambungan  tentang penerapan pendekatan realistik, dimana guru terlibat/berperan aktif untuk berlatih.  Waktu pelaksanaanya telah ditentukan sesuai dengan jadwal MGMP guru matematika SMA Kabupaten Lima Puluh Kota.

B. Pengertian Pembelajaran Matematika Realistik

Pembelajaran matematika yang realistik dikenal dengan nama matematika kontekstual telah berkembang sejak tahun 1970-an hingga sekarang ini. Di Belanda dikenal dengan nama RME (Realistic Mathematics Education). Di Amerika berkembang dengan nama CTL (Contextual Teaching Learning in Mathematics) atau CME (Contextual Mathematics Education).

Pembelajaran matematika realistik atau kontektual di dukung dengan dua alasan pertama, pembelajaran matematika mekanistik yaitu pembelajaran matematika yang berfokus pada prosedur penyelesaian soal belum sepenuhnya dapat disingkirkan. Ke dua, Pembelajaran matematika realistik berlandaskan pada paham bahwa matematika merupakan kegiatan manusia sehingga teori pembelajaran matematika bukanlah teori yang mandeg. (Suryanto, 2001: 2).

Pembelajaran mapat datematika relistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika, sehingga mencapai tujuan pembelajaran matematika secara lebih baik dari pada sebelumnya. yang dimaksud dengan realita yaitu hal-hal yang nyata atau konkret yang dapat diamati atau dipahami peserta didik lewat membayangkan , sedangkan yang dimaksud lingkungan adalah lingkungan tempat peserta didik berada, baik lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat yang dapat dipahami peserta didik.

Lingkungan juga dapat diartikan kehidupan sehari-hari peserta didik. Pembelajaran matematika realistik menggunakan masalah konstektual sebgai titik tolak dalam belajar matematika. Oleh karena itu bersifat kontekstual  dilingkungan peserta didik belum tentu konstektual di tempat lain. Dalam pembelajaran matematika masalah yang disajikan kepada peserta didik semestinya dapat diselesaikan peserta didik dengan pengalamannya yang dimilikinya.

C. Prinsip Pembelajaran Matematika Realistik
Ada tiga prinsip utama dalam pembelajaran matematika realistik yaitu:

1. Prinsip penemuan kembali terbimbing
Dalam pembelajaran matematika masalah konstektual yang diberikan oleh guru di awal pembelajaran dalam penyelesaiannya peserta didik diarahkan dan diberi bimbingan, sehinga peserta didik dapat menemukan kembali konsep, prinsip, sifat-sifat dan rumus-rumus matematika. Prinsip penemuan kembali ini menyatakan bahwa pengetahuan tidak ditransfer atau diajarkan ke pada peserta didik , melainkan peserta didik sendirilah yang harus mengkontruksi (membangun) sendiri pengetahuan itu melalui kegiatan aktif dalam belajar.

2. Prinsip fenomena pembelajaran
Prinsip ini menekankan pentingnya masalah konstektual dalam pembelajaran matematika untuk memperkenalkan topik-topik matematika kepada peserta didik. Guru hendaknya mempertimbangkan aspek kecocokan masalah konstektual yang dipilih untuk disajikan dengan topik matematika yang diajarkan , konsep, prinsip, rumus dan prosedur matematika yang akan ditemukan kembali oleh peserta didik.

3. Prinsip model-model di bangun sendiri
Prinsip ini menekankan bahwa model-model yang dibangun berfungsi sebagai jembatan antara pengetahuan informal dan matematika formal. Dalam menyelesaikan masalah konstektual peserta didik diberi kebebasan untuk membangun sendiri model matematika terkait dengan masalah konstektual yang dipecahkan. Sebagai konsekuensi kebebasan yang diberikan  akan muncul berbagai model yang dibangun peserta didik.

D. Ciri-ciri Pembelajaran Matematika Realistik

Berdasarkan prinsip dan karakteristik model pembelajaran RME maka ada beberapa ciri-ciri dari pendekatan pembelajaran matematika realistik, yakni:
1. Pembelajaran dirancang berawal dari pemecahan masalah yang ada disekitar peserta didik dan berbasis pengalaman yang telah dimiliki peserta didik, sehingga mereka tertarik secara pribadi terhadap aktivitas matematika yang bermakna;

2. Urutan pembelajaran haruslah menghadirkan suatu aktivitas dimana peserta didik menciptakan dan mengelaborasi model-model simbolik dak aktivitas matematika mereka secara formal, misalnya menggambar, membuat diagram, membuat table, atau menggambar notasi informal;

3. Pembelajaran matematika tidak mementingkan langkah-langkah procedural (allogaritna) serta keterampilan;

4. Memberi penekanan pada pemahaman konsep dan pemecahan masalah;

5. Peserta didik mengalami proses pembelajaran secara bermakna dan memahami matematika dengan penalaran;

6. Peserta didik belajar matematika dengan pemahaman secara aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dari pengetahuan awal;

7. Dalam pembelajaran peserta didik dilatih untuk mengikuti pola kerja , intuisi, coba-salah-dugaan, spekulasi hasil;
8. Terdapat interaksi yang kuat antara peserta didik yang satu dengan peserta didik lainnya;

9. Terdapat interaksi yang kuat antara siswa yang seimbang antara matematisasi horizontal dan matematika vertical. (Nur, 2000:8)

E. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Matematika Realistik

Terdapat kelebihan atau kekuatan  dari pembelajaran matematika relaistik yaitu:
1. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada peserta didik tenatang kehidupan sehari-hari dan kegunaannya bagi manusia;

2. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada peserta didik cara penyelesaikan suatu soal atau masalah tidak harus sama  dan tidak sama satu dengan yang lainnya;

3. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada peserta didik dimana matematika adalah suatu bidang kajian yang dikontruksi dan dikembangkan sendiri oleh peserta didik;

4. Pembelajaran matematika realistik mengutamakan dimana peserta didik harus melakukan proses dan berusaha menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan bantuan guru. (Suarsono, 2005:5)

Sedangkan kelemahan dari pembelajaran matematika realistik adalah :

1. Tidak mudah untuk mengubah pandangan yang mendasar tentang berbagai hal misalnya, siswa, guru dan peranan social atau masalah konstektual;
2. Tidak mudah bagi guru untuk mendorong peserta didik agar bisa menemukan berbagai cara dalam menyelesaikan soal atau masalah matematika;
3. Guru mengalami kesulitan untuk memberi banatuan kepada siswa agar dapat melakukan penemuan kembali konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika yang akan dibelajarkan;
4.  Tidak mudah bagi guru untuk mencari soal-soal yang konstektual yang terkait dengan materi yang disajikan.

F. Kerangka Konseptual

Penelitian tindakan sekolah  yang dilaksanakan peneliti  diharapkan dapat   membantu guru  dalam meningkatkan kemampuan menerapkan pendekatan matematika realistik dalam pembelajaran matematika. Model penelitian tindakan sekolah  (PTS) menempuh langkah perencanaan tindakan – pelaksanaan tindakan – observasi/pengamatan – refleksi dilakukan secara siklik sebanyak dua siklus. Untuk lebih jelasnya ditunjukkan bagan berikut.

C. Hipotesis Tindakan

Sebagai jawaban sementara sehubungan dengan  masalah yang dirumuskan di atas maka dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut :

1. Melalui  workshop berkelanjutan   di Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) matematika SMA dapat meningkatkan kemampuan  guru dalam memahami teori  dan perencanaan pendekatan  matematika realistik;

2. Melalui workshop berkelanjutan  Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) matematika SMA dapat meningkatkan kemampuan   guru dalam menerapkan pembelajaran matematika realistik di kelas.

III. METODOLOGI PENELITIAN

A.  Jenis Penelitian

Penelitian yang akan dilaksanakan melalui workshop berkelanjutan  di  Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)  SMA untuk  meningkatkan  kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran matematika  realistik   dengan bentuk Penelitian Tindakan Sekolah (PTS). PTS ini merupakan bentuk penelitian yang dilaksanakan langsung oleh pengawas  terhadap guru peserta MGMP matematika SMA Kabupaten Lima Puluh Kota.

Penelitian ini dilakukan sendiri oleh peneliti jadi bukan penelitian “ collaborative action research” dengan menggunakan siklus yang dikembangkan oleh Kemmis dan MC. Toggart (1988).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di tempat pelaksanaan Musyawarah Guru Matapelajaran Matematika tingkat SMA Kabupaten Lima Puluh Kota  yaitu Gedung TC Payakumbuh sebanyak 2 siklus. Sedangkan  waktu pelaksanaan penelitian disesuaikan  dengan jadwal MGMP Matematika  yaitu setiap hari kamis dengan frekuensi tiga kali dalam satu bulan  dengan rincian sebagai berikut:

Siklus
Pertemuan
Jadwal
Waktu
Tempat

I
1
Kamis, 13 September  2012
8.00-12.00
Gedung TC Payakumbuh
2
Kamis, 20 September 2012
8.00-12.00
3
Kamis, 27 September 2012
8.00-12.00

II
1
Kamis, 11 Oktober 2012
8.00-12.00
Gedung TC Payakumbuh
2
Kamis, 18 Oktober 2012
8.00-12.00
3
Kamis, 25 Oktober  2012
8.00-12.00

Dasar pemilihan waktu dan tempat adalah kesepakatan dari anggota MGMP SMA yang telah berlaku sejak tiga tahun terakhir, hal tersebut menjadi faktor yang memudahkan penulis dalam pelaksanaan penelitian ini.

C. Subjek Penelitian

Penelitian peningkatan kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran tuntas melalui workshop  dilakukan pada guru peserta MGMP matematika SMA  Kabupaten Lima Puluh Kota sebanyak 24 orang.  Adapun  Dasar pengambilan subjek penelitian ini didasarkan kepada:

a. Dapat dilaksanakan terhadap guru yang berasal dari semua SMA Negeri  yang ada di Kabupaten Lima Puluh Kota sehingga informasi yang diperoleh dari MGMP akan mudah diperoleh guru-guru lain yang tidak ikut MGMP

b. Memudahkan peneliti untuk mengumpulkan subjek penelitian, karena MGMP Matematika SMA aktif dalam melakukan kegiatan tiga kali dalam satu bulan setiap hari Kamis pada Minggu ke dua, ke tiga dan keempat bulan tersebut.

c. Ditinjau dari  segi jarak peneliti ke tempat MGMP matematika SMA cukup dekat sehingga memudahkan untuk melaksanakan penelitian ini
Adapun subjek penelitian yang diambil   seperti ditunjukkan tabel berikut.

Tabel 3.  Jumlah Subjek Penelitian Tindakan Sekolah
NO
Mengajar pada Kelas
Peserta Menurut Tingkat Kelas (orang)
Jumlah
Laki-laki
Perempuan
1.
X
3
6
9
2.
XI
3
4
7
3.
XII
2
6
8

Jumlah
8
16
24

 D. Prosedur Penelitian
Prosedur pelaksanaan penelitian akan dilakukan secara bersiklus dan direncanakan tiga  siklus. Siklus kedua sangat ditentukan oleh hasil refleksi siklus  pertama dan siklus ke tiga dipengaruhi oleh refleksi siklus ke dua. Namun apabila pada siklus kedua telah tercapai indikator yang diharapkan maka penelitian dihentikan cukup sampai siklus ke dua saja. Setiap siklus terdiri dari beberapa langkah penelitian yaitu : perencanaan, tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan evaluasi serta refleksi. Operasionalnya sebagai berikut:

Sikulus I

1. Perencanaan tindakan

a. Menyusun Panduan  Pelaksanaan Workshop sebagi acuan bagi seluruh peserta MGMP Matematika SMA sehingga mendapat informasi yang sama tentang pelaksanaan penelitian.
b. Menyusun Rencana Pelaksanaan Workshop (RPW) yang berisi Standar Kompetensi dan Indikator yang akan dicapai, materi, metode, langkah-langkah pelaksanaan setiap siklus dan bahan/alat yang digunakan peneliti;
c.  Menyiapkan materi workshop dalam bentuk powerpoint
d. Menyiapkan sarana pendukung, seperti format pengamatan atau lembar observasi,dan catatan lainnya.
e. Koordinasi dan informasi kepada ketua MGMP Matematika SMA Kabupaten Lima Puluh Kota.

2. Pelaksanaan Tindakan

a. Peneliti  melakukan pertemuan dengan peserta Musyarah Guru Mata Pelajaran matematika SMA di tempat kegiatan , untuk  menginformasikan rencana penelitian , materi workshop  dan jadwal pelaksanaan
b. Peneliti memberikan penjelasan materi dengan power point yang telah disiapkan.
c. Peneliti memberikan kesempatan pada guru untuk bertanya terhadap hal-hal yang belum dapat dipahami secara baik sebelum dimulai latihan,
d. Peneliti  memberikan latihan yang telah disiapkan sebelumnya dan dikerjakan secara berkelompok oleh peserta MGMP;
e. Peneliti memberikan bimbingan terhadap peserta MGMP baik secara kelompok maupun secara individu dikelompoknya;
f. Peneliti memberikan sebuah test diakhir pertemuan  dan mengumpulkan hasil kerja/ latihan.

3. Observasi dan evaluasi

a.  Melakukan rekaman (pengamatan) terhadap perilaku yang ditampilkan guru  selama kegiatan,
b.  Melakukan penilaian terhadap keaktifan peserta selama kegiatan berlangsung,
c. Melakukan evaluasi terhadap kegiatan kelompok berdasarkan hasil pengamatan,

4. Refleksi

a.  Mencermati dan merenungkan hasil-hasil yang dilaksanakan pada setiap pertemuan  dan tiap siklus;
b. Merumuskan hal-hal yang telah atau belum dilakukan peneliti dan  peserta MGMP;
c.  Merumuskan hal-hal yang telah atau belum tercapai setelah dilakukan tindakan;
d.  Merumuskan apa yang perlu dilakukan selanjutnya dan bagaimana  melakukannya.

Siklus II

Dalam siklus II ini , peneliti akan melakukan perbaikan dan penyempurnaan rencana dan kegiatan kelompok berdasarkan hasi refleksi siklus I. Khususnya hal-hal yang belum terlaksana atau yang masih kurang sempurna adapun langkah yang dilakukan sebagai berikut:

1. Perencanaan tindakan

Berdasarkan hasil refleksi pada siklus ke II maka kegiatan yang dilaksanakan:

a. Menyusun Rencana Pelaksanaan Workshop (RPW) yang berisi Standar Kompetensi dan Indikator yang akan dicapai, materi, metode, langkah-langkah pelaksanaan setiap siklus dan bahan/alat yang digunakan peneliti;

b. Menyiapkan materi workshop dalam bentuk powerpoint

c. Menyiapkan sarana pendukung, seperti format pengamatan atau lembar observasi,dan catatan lainnya.

2. Pelaksanaan Tindakan

a. Peneliti  melakukan pertemuan dengan peserta Musyarah Guru Mata Pelajaran matematika SMA di tempat kegiatan untuk kelanjutan siklus ke II.

b. Peneliti memberikan penjelasan materi dengan power point yang telah disiapkan
.
c. Peneliti memberikan kesempatan pada guru untuk bertanya terhadap hal-hal yang belum dapat dipahami secara baik sebelum dimulai latihan,

d. Peneliti  memberikan latihan yang telah disiapkan sebelumnya dan dikerjakan secara berkelompok oleh peserta MGMP;

e. Peneliti memberikan bimbingan terhadap peserta MGMP baik secara kelompok maupun secara individu dikelompoknya;

f. Peneliti memberikan sebuah test diakhir pertemuan  dan mengumpulkan hasil kerja/ latihan.

3. Observasi dan evaluasi

a. Melakukan rekaman (pengamatan) terhadap perilaku yang ditampilkan guru  selama kegiatan,
b. Melakukan penilaian terhadap keaktifan peserta selama kegiatan berlangsung,
c. Melakukan evaluasi terhadap kegiatan kelompok berdasarkan hasil pengamatan,

5. Refleksi

a. Mencermati dan merenungkan hasil-hasil yang dilaksanakan pada setiap pertemuan  pada  siklus II;

b. Merumuskan hal-hal yang telah atau belum dilakukan peneliti dan  peserta MGMP;

c.  Merumuskan hal-hal yang telah atau belum tercapai setelah dilakukan tindakan;

d.  Merumuskan apa yang perlu dilakukan selanjutnya dan bagaimana  melakukannya.

Siklus III

Dalam siklus III  , peneliti akan melakukan perbaikan dan penyempurnaan rencana dan kegiatan kelompok berdasarkan hasi refleksi siklus II. Khususnya hal-hal yang belum terlaksana atau yang masih kurang sempurna. Akan tetapi jika pada siklus II indikator pencapaian telah tercapai,  maka siklus III tidak diperlukan lagi. Artinya penelitian ini dilaksanakan sampai siklus II.

E. Indikator Keberhasilan

Keberhasilan peningkatan kemampuan guru melalui kegiatan workshop ditandai beberapa hal, seperti berikut:

1. 75 % peserta Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Matematika SMA  telah  memahami  pengertian, tujuan, prinsip, langkah-langkah dan kelemahan-kelebihan pendekatan matematika realistik;
2. 75 % peserta Musyarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) matematika SMA dapat mennyusun rencana, menerapkan pendekatan  matematika realistik
3. 75% peserta Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)  Matematika SMA aktif dan termotivasi dalam mengikuti kegiatan workshop.

F. Instrumen /Alat Pengumpul Data Penelitian

Data yang diperlukan dalam penelitian ini sesuai dengan aspek yang akan diungkapkan, diamati atau diketahui, seperti data tentang aktifitas, motivasi  dan kemampuan guru merencanakan dan menerapkan pembelajaran matematika realistik .
a. Data tentang kemampuan guru dalam memahami konsep, tujuan, prinsip, langkah-langkah, dilakukan melalui obervasi tentang hasil kegiatan individual dan kelompok;

b. Data tentang kemampuan guru, untuk membuat rencana pelaksanaan pembelajaran matematika realistik dilakukan dengan mengobservasi dan dukomentasi;

c. Data tentang kemampuan guru untuk melaksanakan pendekatan matematika realistik laksanakan  dengan observasi,

d. Data tentang motivasi dan aktivitas guru dalam mengikuti/melaksanakan tindakan dilakukan dengan cara observasi dan Tanya jawab,

e. Catatan-catatan
Lembaran untuk mencatat informasi kuantitatif yang terjadi terkait dengan tindakan. Misalnya prilaku spesifik yang dapat menjadi petunjuk adanya permasalahan atau kesulitan yang ditemui, situasi positif atau negatif untuk perbaikan pada siklus berikutnya

f. Tes hasil belajar
Tes  diberikan setiap selesai satu siklus, untuk melihat sejauh kemampuan guru terhadap penguasaan materi terkait dengan pembelajaran matematika realistik.
:
G. Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan melalui 3 tahap, yaitu reduksi data, paparan data, dan penyimpulan.

1.  Reduksi data
Reduksi data dilakukan melalui seleksi, pengelompokan dan pengorganisasian data mentah menjadi sebuah informasi yang bermakna,

2.  Paparan data
Paparan data dilakukan dalam upaya menampilkan data secara jelas dan mudah dipahami dalam bentuk paparan naratif, dan dalam bentuk lainnya,

3.  Penyimpulan
Pengambilan inti sari dari sajian data yang telah terorganisasikan dalam bentuk pernyataan atau kalimat yang singkat, padat dan bermakna.

 Data dari lembaran pengamatan maupun hasil tes dalam bentuk persentase dengan rumus
NP =    SP  x 100 %
                   SI

NP = Nilai dalam Persentase
SP = Skor Perolehan
SI = Skor Ideal
Persentase ketuntasan pada setiap indikator pencapaian dan seluruhnya indikator pencapaian secara klasikal dihitung dengan rumus :

NP = %
NP = Nilai  dalam Persen
ST = Jumlah siswa yang tuntas
N = Jumlah siswa seluruhnya
(Purwanto, 2001)

Untuk Bab IV dan VI Klik DISINI

1 komentar: