Strategi Membangun Literasi Di Sekolah

A. Konsep Dasar Literasi 

 Literasi  di sekolah sering  identikkan  dengan aktivitas peserta didik dalam membaca dan menulis. Namun, Deklarasi Praha pada tahun 2003 menyebutkan bahwa literasi juga mencakup bagaimana seseorang berkomunikasi dalam masyarakat. Literasi juga bermakna praktik dan hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa, dan budaya (UNESCO, 2003).

Subjek dalam kegiatan literasi di sekolah adalah peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan (pustakawan, pengawas), dan kepala sekolah. Semua komponen warga sekolah ini berkolaborasi dalam Tim Literasi Sekolah (TLS) di bawah koordinasi kepala sekolah dan dikuatkan dengan SK kepala sekolah.

TLS bertugas untuk membuat  perencanaan, pelaksanaan, dan asesmen program. TLS dapat memastikan terciptanya suasana akademik yang kondusif, yang mampu membuat seluruh anggota komunitas sekolah antusias untuk belajar.

B. Gerakan Literasi Sekolah (GLS) 

Gerakan Literasi Sekolah (GLS) merupakan suatu kegiatan di sekolah yang bersifat partisipatif dengan melibatkan warga sekolah  mulai dari peserta didik, guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, Komite Sekolah, orang tua/peserta didik, akademisi, penerbit, media massa, dan masyarakat.

Baca: Bagaimana Mengelola Keuangan Sekolah ? 

Upaya yang ditempuh untuk mewujudkannya berupa pembiasaan membaca peserta didik. Pembiasaan ini dilakukan dengan kegiatan 15 menit membaca (guru membacakan buku dan warga sekolah membaca dalam hati, yang disesuaikan dengan konteks atau target sekolah).

Ketika pembiasaan membaca terbentuk, selanjutnya akan diarahkan ke tahap pengembangan, dan pembelajaran (disertai tagihan berdasarkan Kurikulum 2013).

Pelaksanaannya GLS pada periode tertentu yang terjadwal, dilakukan asesmen agar dampak keberadaan GLS dapat diketahui dan terus-menerus dikembangkan. GLS diharapkan mampu menggerakkan warga sekolah, pemangku kepentingan, dan masyarakat untuk bersama-sama memiliki, melaksanakan, dan

C. Prinsip-prinsip Literasi Sekolah 

Menurut Beers, 2009 (dalam Buku Saku Gerakan Literasi Sekolah Ditjen Dikdasmen Kemdikbud), praktik-praktik yang baik dalam gerakan literasi sekolah menekankan prinsip-prinsip sebagai berikut.

1.  Perkembangan literasi berjalan sesuai tahap perkembangan yang dapat diprediksi.

Tahap perkembangan anak dalam belajar membaca dan menulis saling beririsan antar tahap perkembangan. Memahami tahap perkembangan literasi peserta didik dapat membantu sekolah untuk memilih strategi pembiasaan dan pembelajaran literasi yang tepat sesuai kebutuhan perkembangan mereka.

2. Program literasi yang baik bersifat berimbang 

Sekolah yang menerapkan program literasi berimbang menyadari bahwa tiap peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda. Oleh karena itu, strategi membaca dan jenis teks yang dibaca perlu divariasikan dan disesuaikan dengan jenjang pendidikan.

Program literasi yang bermakna dapat dilakukan dengan memanfaatkan bahan bacaan kaya ragam teks, seperti karya sastra untuk anak dan remaja.

3. Program literasi terintegrasi dengan kurikulum 

Pembiasaan dan pembelajaran literasi di sekolah adalah tanggung jawab semua guru di semua mata pelajaran sebab pembelajaran mata pelajaran apapun membutuhkan bahasa, terutama membaca dan menulis. Dengan demikian, pengembangan profesional guru dalam hal literasi perlu diberikan kepada guru semua mata pelajaran.

4. Kegiatan membaca dan menulis dilakukan kapanpun 

Misalnya, “menulis surat kepada presiden” atau “membaca untuk ibu” merupakan contoh-contoh kegiatan literasi yang bermakna.

5. Kegiatan literasi mengembangkan budaya lisan 

Kelas berbasis literasi yang kuat diharapkan memunculkan berbagai kegiatan lisan berupa diskusi tentang buku selama pembelajaran di kelas. Kegiatan diskusi ini juga perlu membuka kemungkinan untuk perbedaan pendapat agar kemampuan berpikir kritis dapat diasah.

Peserta didik perlu belajar untuk menyampaikan perasaan dan pendapatnya, saling mendengarkan, dan menghormati perbedaan pandangan.

6. Kegiatan literasi perlu mengembangkan kesadaran terhadap keberagaman 

Warga sekolah perlu menghargai perbedaan melalui kegiatan literasi di sekolah. Bahan bacaan untuk peserta didik perlu merefleksikan kekayaan budaya Indonesia agar mereka dapat terpajan pada pengalaman multikultural.

C. Strategi Membangun Budaya Literasi Sekolah 

Stategi 1. Mengkondisikan Lingkungan Fisik 

 Untuk mengkondisikan lingkungan fisik kegiatan yang perlu dilakukan sekolah adalah:
  1. Karya peserta didik dipajang di sepanjang lingkungan sekolah, termasuk koridor dan kantor (kepala sekolah, guru, administrasi, bimbingan konseling).
  2. Karya peserta didik dirotasi secara berkala untuk memberi kesempatan yang  seimbang kepada semua peserta didik.
  3. Buku dan materi bacaan lain tersedia di pojok-pojok baca di semua ruang kelas.
  4. Buku dan materi bacaan lain tersedia juga untuk peserta didik dan orang tua/ pengunjung di kantor dan ruangan selain ruang kelas.
  5. Kantor kepala sekolah memajang karya peserta didik dan buku bacaan untuk anak.
  6. Kepala sekolah bersedia berdialog dengan warga sekolah
Strategi 2. Mengkodisikan Lingkungan Sosial dan Afektif 

Kegiatan yang perlu dilakukan untuk mengkondisikan lingkungan sosial dan afektif adalah 
  1. Penghargaan terhadap prestasi peserta didik (akademik dan nonakademik) diberikan secara rutin (tiap minggu/bulan). Upacara hari Senin merupakan salah satu kesempatan yang tepat untuk pemberian penghargaan mingguan. 
  2. Kepala sekolah terlibat aktif dalam pengembangan literasi 
  3. Merayakan hari-hari besar dan nasional dengan nuansa literasi, misalnya merayakan Hari Kartini dengan membaca surat-suratnya 
  4. Terdapat budaya kolaborasi antarguru dan staf, dengan mengakui kepakaran masing-masing .
  5. Terdapat waktu yang memadai bagi staf untuk berkolaborasi dalam menjalankan program literasi dan hal-hal yang terkait dengan pelaksanaannya. 
  6. Staf sekolah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, terutama dalam  menjalankan program literasi. 
Strategi 3:  Menata Lingkungan Akademik 
  1. Tim Literasi Sekolah (TLS)   melakukan perencanaan dan monev  tentang kegiatan literasi. Bila diperlukan, ada pendampingan dari pihak eksternal.
  2. Sekolah menyediakan  waktu khusus (cukup)  untuk pembelajaran dan pembiasaan literasi: seperti membaca dalam hati ,  membacakan buku dengan nyaring , membaca bersama , membaca terpandu diskusi buku, bedah buku, presentasi , lomba-lomba literasi.
  3. Waktu berkegiatan literasi dijaga agar tidak dikorbankan untuk kepentingan lain.
  4. Secara berkala Tim Literasi Sekolag (TLS)  membahas pelaksanaan gerakan literasi  sekolah.
  5. Sekolah menyediakan buku fiksi dan non fiksi dengan  jumlah cukup banyak di sekolah.
  6. Sekolah menyediakan  buku yang wajib dibaca oleh warga sekolah.
  7. Seluruh warga sekolah antusias menjalankan program literasi, dengan tujuan membangun organisasi sekolah yang suka belajar.
Dalam pelaksanaannya, sekolah dapat mengadaptasinya sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah. Kepala sekolah, guru dan tenaga pendidik perlu bekerja sama untuk mengimplementasikan strategi tersebut.

6 Langkah Kerja Pembelajaran Discovery learning

Model pembelajaran Discovery Learning (DL)  memiliki 6 langkah kerja(sintaks)  atau disebut juga fase yaitu:

1. Pemberian rangsangan (Stimulation);

2. Pernyataan/Identifikasi masalah (Problem Statement);

3. Pengumpulan data (Data Collection);

4. Pengolahan data (Data Processing);

5. Pembuktian (Verification), dan

6. Menarik simpulan/generalisasi (Generalization).

Baca Juga : Apa itu Dimensi Pengetahuan 

Setiap langkah model pembelajaran discovery learning tentunya ada aktivitas guru dan peserta didik yang perlu dipahami, sehingga penerapannya dapat terlaksana dengan baik. Adapun aktivitas guru dan peserta didik dapat dirumuskan sebagai berikut:


Langkah Kerja
Aktivitas Guru
Aktivitas Siswa
1. Pemberian Rangsangan (Stimulation)
Guru memulai kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas  lain.
Peserta didik dihadapkan pada suatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Stimulasi pada fase ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam mengekplorasi bahan /materi
2. Pernyataan /Identifikasi masalah
Guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin permaslahan  dengan bahan pembelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara permasalahan)
Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai jawaban sementara atas permasalahan yang diajukan
3. Pengumpulan Data (Data Collection)
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis
Peserta didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang relevan melalui membaca literatur, mengamati objek, wawan cara dengan nara sumber , melakukan percobaan, observasi terhadap kegiatan tertentu dan lain-lain (tergantung topik yang dibahas)
4. Pengolahan Data (Data Prosesing)
Guru melakukan bimbingan pada saat peserta didik melakukan pengolahan data
Peserta didik melakukan pengolahan data dan informasi dengan berbagai cara misalnya wawan cara , observasi, dan lain-lain kemudian ditafsirkan semua informasi hasil bacaan wawancara, obervasi dan sebagainya. Semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, dihitung dan dihitung pada tingkat tertentu.

5. Pembuktian (Verification)
Verivikasi bertujuan agar proses belajar terlaksana dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada peserta didik menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-conth yang mereka jumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan hipotesis yang sebelumnya dirumuskan apakah benar atau tidak. Tentunya dihubungkan dengan hasil yang diperolehnya
6. Menarik simpulan ( Generalization)
Menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil verivikasi
Berdasarkan hasil verivikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari genaralisasi

Aktivitas  yang dirumuskan di atas tentunya masih dapat  dikembangkan oleh guru masing-masing sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu.

Taya jawab Seputar Pembinaan Guru 2019


Sampai sat ini masih banyak guru yang mengalami permasalahan terkait dengan pemahaman tentang  beban kerja guru,  Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependikan (NUPTK), Sertifikasi guru, Nomor Registrasi Guru (NRG), Info GTK,  Surat Keputusan Tunjangan Profesi (SKTP) , Penilaian Kinerja Guru (PKG),  Penilaian Prestasi Kerja (PPK)  Pengembangan Karir dan Penetapan Angka Kredit Guru (PAK),  penyetaraan jabatan dan pangkat bagi guru bukan PNS dan permasalahan lain yang terkait dengan administrasi. 

Akibat kurangnya informasi dan pemahaman terhadap hal di atas maka  tidak jarang guru mengalami kesulitan dan menimbulkan permasalahan dilapangan. 


Baca Juga : Diktat dan Cara membuatnya 

Agar guru mendapat kan informasi yang tepat dan akurat dalam menjalankan kewajiban dan mendapatkan hak yang sesuai, Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar menerbitkan buku Tanya Jawab Seputar Pembinaan Guru.

Buku ini meliputi tentang beban kerja guru, tunjangan profesi guru, pengembangan karir guru PNS, maupun penyetaraan jabatan dan pangkat bagi guru bukan PNS Berikut ini disajikan Tanya jawab  seputar pembinaan tersebut 


1.Apa saja beban kerja guru?

Jawab :

Beban kerja Guru mencakup kegiatan/tugas utama pokok:

a. merencanakan pembelajaran atau pembimbingan;

b. melaksanakan pembelajaran atau pembimbingan;

c. menilai hasil pembelajaran atau pembimbingan;

d. membimbing dan melatih peserta didik; dan

e. melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada fungsi sekolah/madrasah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2. Apakah kegiatan pokok yang merupakan beban kerja guru harus dilaksanakan di sekolah?

Jawab :

Ya. Guru harus berada di sekolah paling sedikit 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) jam kerja dalam 1 (satu) minggu untuk melaksanakan tugas pokok guru.

3. Apakah yang dimaksud dengan ‘melaksanakan pembelaja-ran’?

Jawab :

Pelaksanaan pembelajaran adalah kegiatan tatap muka di kelas yang jumlah jamnya sesuai dengan struktur kurikulum.

4.Berapa jumlah jam tatap muka yang menjadi beban kerja Guru ketika melaksanakan pembelajaran?

Jawab :

Beban kerja Guru untuk melaksanakan pembelajaran paling sedikit memenuhi 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam I (satu) minggu, yang merupakan bagian jam kerja dari jam kerja sebagai pegawai yang secara keseluruhan paling sedikit 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) jam kerja dalam 1 (satu) minggu.

5. Apakah guru yang mendapat tugas tambahan dan tugas tambahan lainnya harus memenuhi Beban kerja Guru paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam I (satu) minggu?

Jawab :

Tidak. Pemenuhan beban kerja Guru dengan tugas tambahan sebagai berikut:

a. 12 (dua belas) jam tatap muka untuk tugas tambahan wakil kepala satuan pendidikan; ketua program keahlian satuan pendidikan; kepala perpustakaan satuan pendidikan; kepala laboratorium, bengkel, atau unit produksi satuan pendidikan;

b. 6 (enam) jam tatap muka untuk pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusi atau pendidikan terpadu.

Sedangkan bagi guru dengan tugas tambahan lainnya paling banyak 6 (enam) jam tatap muka untuk untuk tugas tambahan lain.

Baca Juga: Bagaimana Mempersiapkan Pangkat Guru ?

6. Apakah yang dimaksud dengan Guru yang mendapat tugas tambahan?
Guru yang mendapatkan tugas tambahan adalah guru yang selain mengajar, juga mendapatkan tugas-tugas sebagai berikut:

a. wakil kepala satuan pendidikan;

b. ketua program keahlian satuan pendidikan;

c. kepala perpustakaan satuan pendidikan;

d. kepala laboratorium, bengkel, atau unit produksi satuan pendidikan;

e. pembimbing  khusus  pada  satuan  pendidikan  yang
Guru yang mendapatkan tugas tambahan adalah guru yang selain mengajar, juga mendapatkan tugas-tugas sebagai berikut: menyelenggarakan pendidikan inklusi atau pendidikan terpadu; atau

f. tugas tambahan selain huruf a sampai dengan huruf e yang terkait dengan pendidikan di satuan pendidikan

7. Apa yang dimaksud dengan tugas tambahan selain huruf a sampai dengan huruf e yang terkait dengan pendidikan di satuan pendidikan?

Jawab :

Tugas tambahan lain yang dimaksud antara lain adalah koor-dinator pengembangan keprofesian berkelanjutan/penilaian ki­ nerja Guru, pembina ekstrakurikuler, Pembina Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), wali kelas, pengurus organisasi profesi, guru piket, koordinator bursa kerja khusus, ketua Lembaga Sertifikasi Profesi 1 (LSP1), dan tutor pada pendidikan dasar dan menengah.

8. Apakah beban kerja kepala sekolah sama dengan guru?

Jawab :

Tidak. Beban kerja kepala satuan pendidikan sepenuhnya un-tuk melaksanakan tugas manajerial, pengembangan kewirausa-haan, dan supervisi kepada Guru dan tenaga kependidikan.

9. Apakah kepala sekolah tidak lagi melaksanakan pembelajaran tatap muka?

Jawab :

Ya. Namun dalam keadaan tertentu apabila terdapat guru yang berhalangan atau untuk mengisi kekosongan guru, kepala satuan pendidikan dapat melaksanakan tugas pembelajaran atau pembimbingan untuk memenuhi kebutuhan Guru pada satuan pendidikan.

10. Apa yang dimaksud dengan tugas tambahan selain huruf a sampai dengan huruf e yang terkait dengan pendidikan di satuan pendidikan?

Jawab :

Tugas tambahan lain yang dimaksud antara lain adalah koor-dinator pengembangan keprofesian berkelanjutan/penilaian ki­ nerja Guru, pembina ekstrakurikuler, Pembina Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), wali kelas, pengurus organisasi profesi, guru piket, koordinator bursa kerja khusus, ketua Lembaga Sertifikasi Profesi 1 (LSP1), dan tutor pada pendidikan dasar dan menengah.

11. Apakah beban kerja kepala sekolah sama dengan guru?

Jawab :

Tidak. Beban kerja kepala satuan pendidikan sepenuhnya un-tuk melaksanakan tugas manajerial, pengembangan kewirausa-haan, dan supervisi kepada Guru dan tenaga kependidikan.

12. Apa yang dimaksud dengan NUPTK?

Jawab :

NUPTK kepanjangan Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan, dan NUPTK ini menjadi PTK ID bagi setiap Guru maupun Tenaga Kependidikan sebagai legalitas.

13. Siapa saja yang berhak untuk mendapatkan NUPTK?

Jawab :

NUPTK diberikan Bagi Guru/ Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang sudah melaksanakan tugas minimal 2 tahun mengajar.

14. Instansi apa yang menerbitkan NUPTK?

Jawab :

NUPTK diterbitkan oleh PDSPK (Pusat Data Statistik Pendidikan dan Kebudayaan) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

15. Satu (1) NUPTK dimiliki oleh dua (2) guru. Bagaimana hal ini diperbaiki?

Jawab:

Melakukan verval NUPTK pada Aplikasi Verval PTK PDSPK, setelah itu melakukan perbaikan data NUPTK pada SIMTUN, dan berkoordinasi juga dengan operator dapodik sekolah, dapodik kab/kota/provinsi maupun dapodik pusat.

16. Bagaimana alur penerbitan NUPTK?

Jawab:...

Secara Lengkap Dwonload Buku Taya Jawab Seputar Pembinaan Guru 2019
DISINI 













Apa itu Dimensi Pengetahuan ?

Istilah dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif bukan istilah baru dalam dunia pendidikan, walapun  demikian masih guru yang ragu akan istilah tersebut. 

Keraguan ini mengakibatkan sulitnya mereka menjabarkan materi yang dimuat oleh kompetensi dasar (KD), sulit juga merumuskan indikator pencapaian dan menyusun instrument penilaian .

Kita sudah mengenal Ranah Kognitif yang dikemukanan oleh Bloom, kemudian  ranah kognitif ini dikembangkan lagi oleh  Anderson dan Krathwoll  menjadi dua dimensi  yaitu dimensi pengetahuan (dimensi kognitif)  dan dimensi proses kognitif .

Dimensi pengetahuan ini muncul sebagai hasil dari proses kognitif (cognitive product) yang kita kenal  dengan enam kategori mulai dari (C1-C6): Baca: Penjelasan Dimensi Proses Kognitif. 

Dimensi pengetahuan  dikembangkan lagi oleh para ahli seperti yang kita kenal di kurikulum 2006 dan perubahannya di  kurikulum 2013.

Dimensi Pengetahuan
Kur.2006
Kur. 2013
Fakta
Faktual
Konsep
Konseptual
Prinsip
Prosedural
Prosedur
Meta Kognitif







Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Pengetahuan faktual

Pengetahuan faktual berisi elemen-elemen dasar yang harus diketahui para peserta didik jika mereka akan dikenalkan dengan suatu disiplin atau untuk memecahkan masalah apapun di dalamnya. 

Elemen-elemen biasanya merupakan simbol - simbol yang berkaitan dengan beberapa referensi konkret, atau "benang-benang simbol" yang menyampaikan informasi penting.

Sebagian terbesar, pengetahuan faktual muncul pada level abstraksi yang relatif rendah. Pengetahuan factual bisa berupa kejadian atau peristiwa yang dapat dilihat, didengar, diraba.

Dua bagian jenis pengetahuan faktual adalah

a. Pengetahuan terminologi meliputi nama-nama dan simbol-simbol verbal dan non-verbal tertentu (contohnya kata-kata, angka-angka, tanda-tanda, dan gambar-gambar, lambang dst. ).

b. Pengetahuan yang detail dan elemen-elemen yang spesifik mengacu pada pengetahuan seperti peristiwa-peristiwa, tempat-tempat, orang-orang, tanggal, sumber informasi, dan semacamnya.

2. Pengetahuan konseptual

Pengetahuan konseptual meliputi skema-skema, model-model mental, atau teori-teori eksplisit dan implisit dalam model -model psikologi kognitif yang berbeda. Pengetahuan konseptual meliputi tiga jenis:

a. Pengetahuan klasifikasi dan kategori meliputi kategori, kelas, pembagian, dan penyusunan spesifik yang digunakan dalam pokok bahasan yang berbeda.

b. Prinsip dan generalisasi cenderung mendominasi suatu disiplin ilmu akademis dan digunakan untuk mempelajari fenomena atau memecahkan masalah-masalah dalam disiplin ilmu.

c. Pengetahuan teori, model, dan struktur meliputi pengetahuan mengenai prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi bersama dengan hubungan-hubungan diantara mereka yang menyajikan pandangan sistemik, jelas, dan bulat mengenai suatu fenomena, masalah,  atau pokok bahasan yang kompleks.

3. Pengetahuan procedural
Pengetahuan mengenai bagaimana" melakukan sesuatu. Hal ini dapat berkisar dari melengkapi latihan-latihan yang cukup rutin hingga memecahkan masalah-masalah baru.

Pengetahuan prosedural sering mengambil bentuk dari suatu rangkaian langkah-langkah mengerjakan sesuatu. Hal ini meliputi pengetahuan keahlian-keahlian, algoritma-algoritma, tehnik-tehnik, dan metode-metode secara kolektif disebut sebagai prosedur-prosedur.

a. Pengetahuan keahlian dan algoritma spesifik suatu subjek
Pengetahuan prosedural dapat diungkapkan sebagai suatu rangkaian langkah-langkah, yang secara kolektif dikenal sebagai prosedur. Kadangkala langkah-langkah tersebut diikuti perintah yang pasti; di waktu yang lain keputusan-keputusan harus dibuat mengenai langkah mana yang dilakukan selanjutmya.

Dengan cara yang sama, kadang- kadang hasil akhirnya pasti; dalam kasus lain hasilnya tidak pasti. Meskipun proses tersebut bisa pasti atau lebih terbuka, hasil akhir tersebut secara umum dianggap pasti dalam bagian jenis pengetahuan.

b. Pengetahuan tehnik dan metode spesifik suatu subjek
Pengetahuan tehnik dan metode spesifik suatu subjek meliputi pengetahuan yang secara luas merupakan hasil dari konsesus, persetujuan, atau norma-norma disipliner daripada pengetahuan yang lebih langsung merupakan suatu hasil observasi, eksperimen, atau penemuan.

Bagian jenis pengetahuan ini secara umum menggambarkan bagaimana para ahli dalam bidang atau disiplin ilmu tersebut berpikir dan menyelesai kan masalah-masalah daripada hasil-hasil dari pemikiran atau pemecahan masalah tersebut.

c. Pengetahuan kriteria untuk menentukan kapan menggunakan prosedur-prosedur yang tepat
Sebelum terlibat dalam suau penyelidikan, para peserta didik dapat diharapkan mengetahui metode-metode dan tehnik-tehnik yang telah digunakan dalam penyelidikan-penyelidikan yang sama.

Pada suatu tingkatan nanti dalam penyelidikan tersebut, mereka dapat diharapkan untuk menunjukkan hubungan-hubungan antara metode-meode dan teknik-teknik yang mereka benar-benar lakukan dan metode-metode yang dilakukan oleh peserta didik lain.

4. Pengetahuan metakognitif

Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan mengenai kesadaran secara umum sama halnya dengan kewaspadaan dan pengetahuan tentang kesadaran pribadi seseorang. Penekanan kepada peserta didik untuk lebih sadar dan bertanggung jawab untuk pengetahuan dan pemikiran mereka sendiri.

Perkembangan para peserta didik akan menjadi lebih sadar dengan pemikiran mereka sendiri sama halnya dengan lebih banyak mereka mengetahui kesadaran secara umum, dan ketika mereka bertindak dalam kewaspadaan ini, mereka akan cenderung belajar lebih baik.

a. Pengetahuan strategi
Pengetahuan strategis adalah pengetahuan mengenai strategi-strategi umum untuk  pembelajaran, berpikir, dan pemecahan masalah.

b. Pengetahuan mengenai tugas kognitif, termasuk pengetahuan kontekstual dan kondisional
Para peserta didik mengembangkan pengetahuan mengenai strategi-trategi pembelajaran dan berpikir, pengetahuan ini mencerminkan baik strategi-strategi umum apa yang digunakan dan bagaimana menggunakan mereka.

c. Pengetahuan diri
Kewaspadaan-diri mengenai kaluasan dan kelebaran dari dasar pengetahuan dirinya merupakan aspek penting pengetahuan-diri. Para peserta didik perlu memperhatikan terhadap jenis strategi yang berbeda. Kesadaran seseorang cenderung terlalu bergantung pada strategi tertentu, dimana terdapat strategi-strategi yang lain yang lebih tepat untuk tugas tersebut, dapat mendorong ke arah suatu perubahan dalam penggunaan strategi.

Baca: Kata Kerja Operasional dan Taksonomi (Revisi)

Pemahaman  tentang pengetahuan faktual, pengetahuan  konseptual, pengetahuan prosedural dan pengetahuan metakognitif akan sangat bermanfaat untuk  memudahkan guru  mendeskripsikan materi pembelajaran yang dimuat/dikandung KD, memudahkan guru untuk membuat rumusan indikator yang dijabarkan dari KD.

Maka dalam perencanaan pembelajaran guru diharapkan menguraikan garis garis besar tentang materi yang akan dibahas menurut dimensi pengetahuan:

Pengetahuan factual          : uraikan garis besarnya
Pengetahuan konseptual    : uraikan garis besarnya
Pengetahuan procedural    : uraikan garis besarnya
Pengatahuan metakognitif : uraikan garis besarnya

Baca Juga: Pemahaman Konsep Penugasan  Terstuktur dan Tidak Terstruktur

Bahan Bacaan : 
1. Permendikbud nomor 22 tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.  Jakarta: Kemendikbud.
2. Kemendikbud.(2018). Buku Pengangan pembelajaran Berorientasi pada keterampilan Berfikir Tingkat Tinggi. Jakarta: Kemendikbud
3. Kemendikbud.(2018). Program PKB Berbasis Zonasi. Jakarta: Kemendikbud

Konsep Dimensi Proses Kognitif.

Dimensi proses kognitif berkaitan erat dengan taksonomi yang dikenal dengan taksonomi Bloom yaitu suatu ilmu yang mempelajari tentang klasifikasi yang dibuat berdasarkan data penelitian berbagai hal yang dikelompokkan dalam sistematika .

Taksonomi berasal dari bahasa Yunani " tassein" yang artinya mengklasifikasikan dan "nomos" artinya aturan. Sehingga taksonomi dapat didefenisikan sebagai hierarkhi klasifikasi atas prinsip dasar atau aturan.

Oleh Bloom tujuan pendidikan dibagi menjadi tiga ranah yang kita kenal ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Selanjutnya ranah kognitif terdapat tingkatan proses berfikir, maka dimensi proses kognitif dapat diartikan ukuran tingkatan atau tahapan proses berfikir seseorang (peserta didik) yang selanjutnya tingkatan proses berfikir iru disebut taksonomi.

Kategori
Proses Berfikir
Taksonomi
Bloom(Asli)
Anderson(Revisi)
C1
Pengetahuan
Mengingat
C2
Pemahaman
Memahami
C3
Aplikasi
Mengaplikasikan
C4
Analisis
Menganalisis
C5
Sintesis
Mengevaluasi
C6
Evaluasi
Mencipta

Kur. 2006
Kur. 2013


 
Ada dua hal perubahan yang dilakukan murid Bloom yaitu Anderson, dkk.yaitu perubahan dari kata benda menjadi kata kerja, kemudian sintesis menjadi bagian dari analisis dan kemampuan tertinggi
bukan lagi evaluasi melainkan mencipta.

Baca Juga: Dimensi Pengetahuan 

Dalam hubungannya dengan penyusunan tes/soal, dikelompokkan lagi atas tiga level yaitu level satu, level dua dan level tiga.

Soal
Kategori
Level 1
Pengetahuan dan pemahaman (C1-C2)
Level 2
Penerapan (C3)
Level 3
Penalaran (C4-C6)

Berikut masing-masing penjelasan tingkatan proses berfikir. 

1. Mengingat (C1)
Mengingat adalah mengambil pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang, termasuk didalamnya mengenali(recognizing) dan recalling (menuliskan, menyebutkan). Mengingat merupakan proses yang paling rendah tingkaannya Kata kunci :  kemampuan menghafal, mengingat menjawab  pertanyaan, karakteristik C1 : siapa, kapan, di mana?

2. Memahami (C2): 
Memahami adalah mengkonksi makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki, mengaitkan pengetahuan baru dengan informasi yang telah dimiliki sebelumnya, mengintegrasikan pengetahuan baru ke dalam skema yang telah ada dalam pemikiran seseorang.

Seseorang disebut memahami ketika mereka mampu untuk membangun makna dari pesan instruksional termasuk lisan, tertulis, dan grafis komunikasi dan materi yang disampaikan.

Memahami (C2) dapat dibagi dua 
a. Kemampuan mengolah pengetahuan seperti menggantikan  suatu kata/istilah dengan kata/istilah lain yang sama  maknanya;
b. Menulis kembali suatu kalimat/paragraf/tulisan dengan  kalimat/paragraf/tulisan sendiri dengan tanpa mengubah  artinya informasi aslinya.

3. Mengapilkasikan (Applying) (C3)
Mengaplikasikan atau menerapkan, menggunakan prosedur untuk melakukan latihan atau memecahkan masalah yang berhubungan erat dengan procedural. Kata kunci  menggunakan informasi, konsep, prosedur, prinsip, hukum, teori yang sudah dipelajari pada konsep yang baru/belum  dipelajari.

4. Menganalisis (C4)
Menganalisis yaitu kemampuan mengurai suatu masalah menjadi  bagian-bagian yang spesifik, mengelompokkan informasi,  membandingkan, membedakan , menentukan keterhubungan antara satu  kelompok/informasi dengan kelompok/informasi lainnya.

Mengevaluasi (C5)
Mengevaluasi adalah membuat suatu pertimbangan atau penilaian berdasarkan criteria dan  standar yang ada. Kriteria yang sering dipakai adalah kualitas, efesiensi, efetivitas, dan konsistensi  menyimpulkan informasi berdasarkan suatu kriteria,  memprediksi, hipotesa, memeriksa dan mengkritisi

Mencipta (C6)
Mengkreasi atau mencipta adalah membuat sesuatu yang baru dari apa yang sudah ada  sehingga hasil tersebut merupakan satu kesatuan utuh dan berbeda dari  komponen yang digunakan untuk membentuknya. Mencipta juga dimaknai reorganisasi unsure ke dalam pola atau struktur baru, merencanakan dan menghasilkan.

Baca: Kata Kerja Operasional dan Taksonomi (Revisi)

Bahan Bacaan : 
1. Permendikbud nomor 22 tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.  Jakarta: Kemendikbud.
2. Kemendikbud.(2018). Buku Pengangan pembelajaran Berorientasi pada keterampilan Berfikir Tingkat Tinggi. Jakarta: Kemendikbud
3. Kemendikbud.(2018). Program PKB Berbasis Zonasi. Jakarta: Kemendikbud

Model Pembelajaran VCT

A. Pengantar 

Pendidikan nilai pada saat ini menjadi sangat penting  sebagimana yang diungkapkan oleh Dedi Supriadi (Mulyana, 2004) bahwa pada beberapa dasawarsa terakhir, terjadi kecenderungan baru di dunia yaitu tumbuhnya kembali kesadaran nilai. 

Kecenderungan ini terjadi secara global. Dimana-mana orang berbicara tentang nilai, bahkan untuk bidang yang sebelumnya dianggap “bebas nilai” (value free) sekalipun, kedudukan dan peran nilai makin banyak diangkat.

Seiring dengan hal di atas, kurikulum 2013 didalamnya sudah terintegrasi pendidikan karakter dan menjadi keharusan agar setiap pendidik melakukan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK).  Dengan nilai karakter peserta didik yang sudah tertanam baik, mereka akan siap untuk hidup di abad 21, abad revolusi industri 4.0. Oleh karena itu pendidikan nilai merupakan tindakan mendidik para peserta didik mulai dari usaha penyadaran nilai sampai pada perwujudan perilaku=perilaku yang bernilai.

B. Konsep Model Value Clarification Technique

VCT  adalah singkatan Value Clarification Technique atau  Teknik Mengkarifikasi Nilai dapat diartikan sebagai teknik   pembelajaran  untuk membantu peserta didik dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri peserta didik (Wina, 2010: 283).

Baca juga: Contoh RPP Daring, Luring Dan Kombinasi

VCT (Value clarification technique ) merupakan sebuah cara menanamkan dan menggali/ mengungkapkan nilai-nilai tertentu dari peserta didik. Dalam hal ini mengajak/mengarahkan peserta didik  untuk mencari nilai-nilai yang terkandung atau terintegrasi dalam setiap materi pembelajaran.

Nilai (value) merupakan suatu sistem, dimana aneka jenis nilai seperti nilai keagamaan, sosial budaya, ekonomi, hukum, etis dan lain sebagainya berpadu serta saling meradiasi (mempengaruhi secara kuat) sebagai suatu satu kesatuan yang utuh (Ahmad Kosasih, 1985).

Mardiatmadja (1986) mendefinisikan Pendidikan Nilai sebagai bantuan terhadap peserta didik agar menyadari dan mengalami nilai- nilai serta menempatkannya secara integral dalam keseluruhan hidupnya.

VCT adalah sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran moral bertujuan: 

  1. Mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran peserta didik tentang suatu nilai; 
  2. Membina kesadaran peserta didik tentang nilai-nilai yang dimilikinya, baik tingkatannya maupun sifatnya (positif dan negatifnya) untuk dibina ke arah peningkatan dan perbaikannya; 
  3. Menanamkan nilai-nilai tertentu kepada peserta didik melalui cara yang rasional dan diterima peserta didik sehingga pada akhirnya nilai tersebut menjadi milik peserta didik; 
  4. Melatih peserta didik cara menilai, menerima, dan mengambil keputusan terhadap suatu persoalan dalam hubungannya dengan kehidupan sehari-hari di masyarakat (Qiqi Yuliati Zakiyah, 2014).

Untuk mencapai hal di atas  Piaget mengemukakan tiga  tahapan yaitu :

1. Tahap mengakomodasi
 Pada tahap ini peserta didik diberi  kesempatan mempelajari dan menginternalisasi nilai dan moral yang terkandung atau terkait dengan materi yang dipelajari.

2. Tahap asimilasi 
 Tahap asimilasi yaitu pengintegrasikan nilai dengan sistem nilai lain yang telah ada dalam dirinya

3. Tahap equilibrasi 
 Tahap equilibrasi yaitu tahap membina keseimbangan dan membakukannya sebagai sistem nilai baru yang baku.

Teknik klarifikasi nilai atau sering disebut dengan values clarification technique merupakan teknik pembelajaran untuk membentuk peserta didik dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanan dalam diri peserta didik.  Pendidikan nilai tidak hanya merupakan program khusus yang diajarkan melalui sejumlah mata pelajaran, akan tetapi mencakup keseluruhan program pendidikan.

Hers(1980) dalam  Qiqi dan Rusdiana, (2014:72) mengemukakan empat model pendidikan nilai, yaitu sebagai berikut:

1. Model teknik pengungkapan nilai
Teknik pengungkapan nilai adalah teknik yang memandang pendidikan moral dalam pengertian promoting self-awareness and self caring dan bukan mengatasi masalah moral yang membantu mengungkapkan moral yang dimiliki peserta didik tentang hal-hal tertentu. Pendekatannya dilakukan dengan cara membantu peserta didik menemukan dan menilai/menguji nilai yang mereka miliki untuk mencapai perasaan diri.

2. Model analisis nilai
Model analisis nilai adalah model yang membantu peserta didik mempelajari pengambilan keputusan melalui proses langkah demi langkah dengan cara yang sangat sistematis. Model ini akan memberi makna bila dihadapkan pada upaya menangani isu-isu kebijakan yang kompleks.

3. Model pengembangan kognitif moral
Model yang membantu peserta didik berpikir melalui pertentangan dengan cara yang lebih jelas dan menyeluruh melalui tahapan-tahapan umum dan pertimbangan moral.

4. Model tindakan sosial
Tindakan sosial adalah model yang bertujuan meningkatkan keefektifan peserta didik mengungkap, meneliti, dan memecahkan masalah sosial. Terdapat empat hal penting yang perlu diperhatikan dalam menggunakan model pendidikan moral, yaitu: berfokus kepada kehidupan, penerimaan akan sesuatu, memerlukan refleksi lebih lanjut, dan harus mengarah pada tujuan.

Baca juga: Pembelajaran Berbasis Blog

Model-model tersebut melihat pendidikan moral sebagai upaya menumbuhkan kesadaran diri dan kepedulian diri siswa. Implementasi pendidikan nilai di sekolah sangat membantu peserta didik supaya mereka mampu menggunakannya secara bersama-sama antara kemampuan berpikir rasional dan kesadaran emosional untuk memahami perasaan, nilai-nilai, sikap, dan pola tingkah laku mereka sendiri dan akhirnya didorong untuk menghayatinya secara mendalam.

C.Sintaks Model Pembelajaran VCT

Sintaks model pembelajaran VCT terbagi atas tujuh tahapan yang dibagi dalam tiga tingkat, yakni.

1. Kebebasan memilih 
Pada tingkatan ini terdapat tiga tahapan, yaitu: (1) memilih secara bebas, artinya peserta didik diberi kesempatan untuk menentukan suatu masalah/kasus/ kejadian yang diambil dari buku atau yang dibuat guru; (2) memilih dari beberapa solusi alternative pilihan secara bebas yang menurutnya baik, nilai yang dipaksakan berdampak kurang baik bagi pembelajaran nilai itu sendiri; dan (3) memilih setelah dilakukan analisis pertimbangan konsekuensi yang akan timbul sebagai akibat pilihannya.

2. Menghargai 
Tingkatan ini terdiri atas dua tahap pembelajaran, yaitu: (1) adanya perasaan senang dan bangga dengan nilai yang menjadi pilihannya sehingga nilai tersebut menjadi bagian dari dirinya; dan (2) menegaskan nilai yang telah menjadi integral dalam dirinya di depan umum.

3. Berbuat
Tingkatan ini terdiri atas dua tahap, yaitu: (1) kemauan dan kemampuan untuk mencoba melaksanakannya; dan (2) mengulangi perilaku sesuai dengan nilai pilihannya. Artinya, nilai  yang menjadi pilihan itu harus tercermin dalam kehidupannya sehari-hari.

D. Metode pembelajaran VCT

Metode yang layak digunakan pada model pembelajaran VTC, sebagaimana beberapa ahli mengakumulasikan metode-metode tersebut, antara lain:

1. Metode diskusi bertujuan untuk tukar menukar gagasan, pemikiran dan  informasi/pengalaman peserta didik sehingga dicapai kesepakatan pokok-pokok pikiran;

2. Metode curah pendapat adalah suatu bentuk diskusi untuk menghimpun gagasan, pendapat, informasi, pengetahuan dan pengalaman dari semua peserta;

3. Metode bermain peran (role play) menekankan pada masalah bukan pada kemampuan pemain dalam bermain peran;

4. Metode wawancara adalah metode pengambilan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada responden dengan bercakap-cakap secara tatap muka. Teknik klarifikasi nilai ini menjadi alternative strategi sebagai proses penanaman nilai yang dilakukan melalui proses analisis nilai yang sudah ada sebelumnya pada diri peserta didik kemudian diselaraskan dengan nilai baru yang akan ditanamkan (Qiqi Yuliati Zakiyah, 2014).

E. Teknik Pembelajaran VCT

John Jarolimek (1970) menjelaskan beberapa teknik pengajaran nilai sebagai berikut yaitu:

1. Teknik self evaluasi (menilai diri sendiri) dan group evaluation (evaluasi kelompok) yaitu peserta didik diajak berdiskusi atau tanya jawab tentang apa yang dilakukan serta diarahkan untuk perbaikan atau penyempurnaan oleh peserta didik itu sendiri.

2. Teknik lecturing yaitu guru bercerita dan mengangkat tema atau materi apa yang menjadi topik bahasannya dalam pembelajaran.

3. Teknik menarik dan memberikan percontohan yaitu guru memberikan serta meminta contoh-contoh baik dalam diri peserta didik ataupun kehidupan masyarakat kemudian dianalisa, dinilai dan didiskusikan.

4. Teknik indoktrinasi dan pembakuan kebiasaan yaitu dalam teknik ini peserta didik dituntut untuk menerima atau melakukan sesuatu yang dinyatakan baik oleh guru. Peserta didik diwajibkan melaksanakannya seperti patuh pada tata tertib.

5. Teknik tanya jawab yaitu guru mengangkat suatu masalah, lalu mengemukakan pertanyaan-pertanyaan dan peserta didik aktif menjawab atau mengemukakan pendapatnya.

6. Teknik menilai suatu bahan tulisan baik dari buku ataupun khusus dibuat guru. Dalam hal ini peserta didik dipersilahkan memberikan penilaian dengan kode misalnya (baik-buruk, benar-tidak benar, adil-tidak adil dll).

7. Teknik mengungkapkan nilai melalui permainan. Dalam hal ini dapat menggunakan model yang sudah ada ataupun ciptaan guru.

8. Teknik inkuiri merupakan suatu proses berpikir yang ditempuh peserta didik untuk menemukan suatu konsep melalui langkah perumusan masalah, pengajuan hipotesis, merencanakan  pengujian hipotesis, melalui eksperimen dan demonstrasi, mencatat data hasil eksperimen, mengolah data, menganalisis data, dan membuat kesimpulan.

F. Sistem Pendukung Model Pembelajaran VCT

Sistem pendukung merupakan penunjang pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas. Sistem pendukung yang diperlukan untuk melaksanakan model pembelajaran VCT adalah sebagai berikut.

1. Sarana prasarana pembelajaran meliputi adanya sumber belajar, adanya sumber/media belajar, narasumber yang dapat dimanfaatkan, dan tersedianya perpustakaan mendukung proses pembelajaran.

2. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan VCT melalui proses dialog, diantaranya; (1) hindari penyampaian pesan melalui proses pemberian nasehat yang menurut guru baik; (2) jangan memaksa peserta didik memberikan respon yang tidak dikehendaki; (3) melakukan dialog terbuka sehingga peserta didik mengungkapkan perasaan dengan jujur dan apa adanya; (4) dialog dilakuakn pada individu bukan pada kelompok kelas; (5) hindari respon yang dapat menyebabkan peserta didik terpojok sehingga ia menjadi defensive; dan (6) tidak  mendesak peserta didik pada pendirian tertentu.

G.Kelebihan dan Kelemahan Model VCT

1. Kelebihan VCT, meliputi: (1) pendidikan nilai membantu peserta didik untuk berproses menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri serta nilai-nilai orang lain; (2) pendidikan niali membantu peserta didik untuk mampu berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang lain, berhubungan dengan nilai-nilainya sendiri; dan (3) pendidikan nilai membantu peserta didik supaya mereka mampu menggunakan secara bersama-sama kemampuan berpikir rasional dan kesadaran emosional, untuk memahami perasaan, nilai-nilai, sikap dan pola tingkah laku (Sutarjo, 2012).

2. Kelemahan VCT yang sering terjadi dalam proses pembelajaran nilai atau sikap adalah proses pembelajaran yang dilakukan secara langsung oleh guru, artinya guru menanamkan nilai-nilai yang dianggapnya baik tanpa memperhatikan nilai yang sudah tertanam dalam diri peserta didik. Akibatnya sering terjadi konflik dalam diri peserta didik karena ketidakcocokan antara nilai lama yang sudah terbentuk dengan nilai baru yang ditanamkan oleh guru.

H. Implementasi Pendidikan Nilai Berbasis VCT

Dalam proses pendidikan, Pendidikan Nilai dapat dianalogikan sebagai darah yang ada dalam tubuh manusia. Pendidikan adalah tubuh sedangkan nilai-nilai adalah darahnya. Darah itu harus ada di setiap tubuh, dan ia senantiasa mengalir dalam tubuh membawa sari-sari makanan yang diperlukan organ-organ tubuh lainnya dan mengeluarkan zat-zat yang tidak dibutuhkan.

Oleh karena itu idealnya pendidikan nilai/karakter  harus ada pada seluruh mata pelajaran yang diprogramkan oleh lembaga pendidikan. Setiap guru memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan Pendidikan Nilai kepada peserta didik.

Djahiri (1996) mengemukakan delapan pendekatan dalam Pendidikan Nilai atau budi pekerti, yaitu 1.  Evocation
Pendekatan yang dilakukan guru agar peserta didik diberi kesempatan dan keleluasaan untuk secara bebas mengekspresikan respon afektifnya terhadap stimulus yang diterimanya,

2.Inculcation
Pendekatan yang dilakukan guru  agar peserta didik menerima stimulus yang diarahkan menuju kondisi siap.

3.Moral Reasoning
Pendekatan yang dilakukan guru agar terjadi transaksi intelektual taksonomik tinggi dalam mencari pemecahan suatu masalah.

4.Value clarification
Pendekatan yang dilakukan guru melalui stimulus terarah agar siswa diajak mencari kejelasan isi pesan keharusan nilai moral.

5.Value Analyisis
Pendekatan yang dilakukan guru agar peserta didik  termotivasi untuk melakukan analisis nilai moral,

6.Moral Awareness 
Pendekatan yang dilakukan guru  agar peserta didik  menerima stimulus dan dibangkitkan kesadarannya akan nilai tertentu.

7.Commitment Approach
Pendekatan yang dilakukan guru agar peserta didik  sejak awal diajak menyepakati adanya suatu pola pikir dalam proses pendidikan nilai.

8.Union Approach
Pendekatan yang dilakukan guru  agar peserta didik mau  untuk melaksanakan secara riil dalam suatu kehidupan.

Dalam Pembelajaran VCT guru sebaiknya mempersiapkan  lembar kerja untuk diberikan kepada peserta didik  sehingga peserta didik menentukan nilai ke dalam lembar kerja yang diberikan guru  secara individu maupun berkelompok. Hal ini bertujuan agar timbul sikap saling menghargai pendapat orang lain, pantang menyerah, saling membantu dll dalam diri siswa.

Langkah-langkah implementasi pendidikan nilai dalam pembelajaran antara lain:

1. Spiritual untuk meletakkan nilai-nilai etik dan moral serta religiusitas sebagai dasar dan arah pengembangan sains. Character based approach perlu diterapkan pada pembelajaran Akidah Akhlak. Artinya tidak ada kesenjangan yang memisahkan antara mata pelajaran yang bermuatan materi umum dengan mata pelajaran bermuatan agama;

2. Akademis untuk menunjukkan kaidah-kaidah normatif yang harus dipatuhi dalam menggali dan mengembangkan ilmu;

3. Mondial untuk menyadarkan bahwa siapapun pada masa depan harus siap mengadaptasi diri dengan perubahan dalam mengatasi masalah yang dihadapi. (Qiqi dan Rusdiana, (2014:73)

Pendidikan nilai yang diberikan merupakan proses bimbingan melalui suri tauladan, pendidikan yang berorientasi pada penanaman nilai-nilai kehidupan yang di dalamnya mencakup nilai agama, budaya, etika, dan estetika menuju pembentukan pribadi peserta didik yang memiliki kecerdasan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian yang utuh, berakhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, dan negara.


Adisusilo, Sutarjo (2012). Pembelajaran Nilai Karakter Konstruktivisme dan VCT sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Ekasari Dyah Kartika. (2013) Pengaruh Value Clarification Technique (teknik klarifikasi nilai) Terhadap Materi Perilaku Harga Diri Pada Mata Pelajaran PKN Siswa Tunarungu Kelas III SLB Siti Hajar Sidoarjo. Jurnal Pendidikan Khusus.